Seringkali dalam dunia fotografi digital kita dibuat bingung oleh istilah ISO dan noise.
Adakalanya dalam membeli kamera digital kita menjumpai sebuah kamera
saku yang mengklaim mampu dipakai hingga ISO 3200 atau bahkan lebih.
Atau pernahkah anda frustasi karena hasil foto yang diambil penuh dengan
bintik-bintik noise yang mengganggu saat memakai ISO tinggi?
Ada baiknya kita mengenal lebih jauh mengenai istilah-istilah ini agar
nantinya motret makin PeDe.
Sebagai pembuka, bolehlah sekedar mengingat kembali bahwa dasar fotografi adalah bermain dengan cahaya, dimana banyak sedikitnya cahaya yang ditangkap oleh kamera dipengaruhi oleh berapa kecepatan shutter dan besarnya bukaan diafragma. Dalam era fotografi film dikenal dengan nilai ASA pada film yang menandakan sensitivitas film tersebut terhadap cahaya. Istilah ISO
pada fotografi digital (mengacu pada standar ISO 12232) pun ekuivalen
seperti ASA untuk film, dimana dalam hal ini ISO menyatakan nilai
sensitivitas sensor pada kamera digital.
Sensor,
baik CCD maupun CMOS, adalah komponen utama dari sebuah kamera digital,
yaitu berupa sekeping cip silikon yang tersusun atas jutaan piksel yang
peka cahaya. Pada saat gambar yang datang dari lensa mengenai sensor
maka tiap-tiap piksel tersebut akan menangkap energi cahaya yang datang
dan merubahnya menjadi besaran sinyal tegangan. Seberapa sensitif sensor
mampu menangkap cahaya inilah yang dinyatakan oleh besaran ISO. Setiap
sensor memiliki nilai ISO dasar/ISO normal yaitu nilai sensitivitas
terendah dari sensor yang umumnya ekuivalen dengan ISO50 hingga ISO200
(tergantung jenis dan merk kamera). Pada nilai ISO normal ini kepekaan
sensor terhadap cahaya berada pada level terendah sehingga dibutuhkan
cukup banyak cahaya untuk mendapatkan foto dengan exposure yang tepat. Oleh karena itu umumnya ISO normal hanya dipakai saat pemotretan outdoor di siang hari.
Untuk mengukur cahaya, istilahnya metering, kamera memiliki sistem pengukur cahaya (light meter)
yang menginformasikan seberapa banyak cahaya yang akan masuk mengenai
sensor. Apabila cahaya yang diterima sensor terlalu rendah (kadang
kamera memberi warning low light pada layar LCD) maka pilihan yang ada untuk menjaga exposure adalah dengan memperbesar diafragma, melambatkan shutter, dan/atau menaikkan nilai ISO. Pada kamera saku yang serba otomatis, nilai shutter
dan diafragma akan ditentukan secara otomatis oleh kamera berdasarkan
hasil pengukuran cahaya. Apabila pada kondisi kurang cahaya kombinasi shutter dan diafragma tidak mampu menghasilkan exposure
yang tepat, barulah nilai ISO perlu dinaikkan. Apabila mode ISO pada
kamera diset ke AUTO, maka kamera akan menaikkan nilai ISO secara
otomatis. Pada kamera yang memungkinkan untuk dapat menentukan nilai ISO
secara manual, nilai ISO yang lebih tinggi dapat kita pilih dalam
faktor kelipatan mulai dari 200, 400, 800, 1600 hingga 3200. Bahkan kini
kamera digital terbaru mulai menawarkan kemampuan ISO 6400 untuk
sensitivitas ekstra tinggi.
Perlu dicatat bahwa dengan nilai ISO yang lebih tinggi juga memungkinkan pemotretan dengan kecepatan shutter
yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan ISO tinggi memberikan
sensitivitas tinggi sehingga kamera tidak memerlukan banyak cahaya untuk
mendapat exposure yang tepat. Shutter cepat ini
bermanfaat untuk membuat objek yang bergerak jadi nampak diam.
Istilahnya, membekukan objek (lihat gambar perbandingan di samping).
Penggunaan ISO rendah (misalnya ISO 100) akan membuat shutter kurang cepat (misal 1/20 detik) untuk mampu menangkap gerakan si anak. Dengan menaikkan ISO (misal ISO 800), didapat nilai shutter yang lebih cepat (misal 1/200 detik) sehingga si anak jadi nampak diam. Terkadang pada kamera yang tidak dilengkapi stabilizer, pemakaian ISO tinggi juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah gambar menjadi blur. Dengan ISO tinggi diharapkan getaran tangan yang biasanya rawan membuat gambar blur bisa dihindari karena shutter yang lebih cepat.
Sayangnya
peningkatan ISO juga akan membawa efek negatif yang tidak diinginkan.
Meningkatkan ISO berarti meningkatkan sensitivitas sensor, sehingga
sinyal yang lemah pun dapat menjadi kuat. Masalahnya, pada proses kerja
sensor juga menghasilkan noise yang mengiringi sinyal aslinya. Bila ISO dinaikkan, noise yang awalnya kecil pun akan ikut menjadi tinggi. Noise yang tinggi akan tampak mengganggu pada hasil foto dan muncul berupa titik-titik warna yang tidak enak untuk dilihat. Masalah noise
ini akan lebih parah apabila jenis sensor yang digunakan adalah sensor
berukuran kecil, seperti yang umum dipakai pada kamera saku. Kenapa?
Karena sensor kecil memiliki ukuran titik/piksel yang kecil juga, dan
secara teori piksel kecil lebih rentan terhadap noise
dibandingkan piksel berukuran lebih besar. Oleh karena itulah kamera
digital SLR lebih baik dalam menghasilkan foto pada ISO tinggi, karena
kamera DSLR memakai sensor yang lebih besar (dan lebih mahal biaya
produksinya).
Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi noise?
Pertama tentunya sebisa mungkin hindari pemakaian ISO terlalu tinggi.
Namun apabila terpaksa mamakai ISO tinggi, kamera digital masa kini
telah memiliki sistem pengurang noise (Noise Reduction/NR) yang secara otomatis akan mencoba memperhalus hasil foto sebelum disimpan menjadi sebuah file. Tiap merk kamera punya ‘pendekatan’ tersendiri untuk mengatasi noise ini. Bisa jadi merk A akan sedikit menerapkan NR sehingga foto tampak masih agak noise namun memiliki detail lebih baik. Merk B bisa saja memakai NR terlalu berlebih sehingga foto yang dihasilkannya bersih dari noise namun detilnya ikut hilang. Sayangnya sampai saat ini belum ada metoda NR yang mampu menghilangkan noise
namun sekaligus mempertahankan detail foto dengan sama baiknya. Apabila
untuk kebutuhan fotografi ternyata banyak membuat foto dengan memakai
ISO tinggi, sebaiknya memakai kamera profesional dengan sensor berukuran
besar (2/3 inci, APS-C atau Full Frame 35mm) yang memiliki Signal to Noise ratio yang baik, sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.
Kesimpulan
- Nilai ISO dalam fotografi digital menyatakan sensitivitas dari sensor yang dipakai pada kamera digital.
- Untuk hasil foto terbaik gunakan nilai ISO terendah dari kamera digital.
- Apabila melalui pengaturan shutter dan diafragma tetap tidak bisa didapat exposure yang tepat (biasanya pada kondisi cahaya rendah) maka bisa dicoba menaikkan nilai ISO.
- Selain untuk pemotretan saat cahaya rendah, pemakaian ISO tinggi juga cocok untuk mencegah blur akibat getaran tangan (apabila kamera tidak dilengkapi fitur stabilizer) atau untuk fotografi kecepatan tinggi, karena ISO tinggi memungkinkan pemakaian shutter lebih cepat dibanding ISO rendah.
- Menaikkan nilai ISO akan membuat efek samping adanya noise pada hasil foto.
- Membiarkan mode ISO dalam posisi AUTO bisa jadi dapat membuat kamera otomatis menaikkan nilai ISO terlalu tinggi bila digunakan pada tempat yang kurang cahaya, alternatifnya aturlah nilai ISO secara manual dengan disesuaikan kondisi pemotretan.
- Metoda Noise Reduction (NR) dapat digunakan untuk mengurangi noise yang muncul, namun idealnya proses NR tetap mampu sedapat mungkin mempertahankan detail foto supaya tetap tajam.
- Sebaiknya kamera yang digunakan memiliki sensor berukuran lebih besar dibanding kamera pada umumnya sehingga efek dari noise ini dapat dikurangi.
Tips memilih mode metering yang tepat
2009 Jun 2009
Banyak dari kita yang masih belum mantap
dalam memilih mode metering yang digunakannya saat memotret. Padahal
mode metering adalah fitur standar kamera digital, bahkan hingga kamera
ponsel modern pun kini sudah menyediakan fitur ini. Kali ini saya coba
membuat tulisan soal tips memilih mode metering yang tepat, dengan
harapan kita bisa mendapat foto dengan eksposure yang baik di setiap
kondisi pencahayaan.
Fotografi adalah bermain dengan cahaya,
dimana kendali akan cahaya ditentukan dari tiga komponen eksposure yaitu
shutter, aperture dan ISO. Dalam menentukan nilai eksposure ini, kamera
mengukur intensitas cahaya yang masuk melalui lensa dan proses ini
dinamakan dengan istilah metering. Pada prinsipnya kamera akan berupaya
menjaga eksposure yang pas dimana foto yang dihasilkan memiliki area
gelap (shadow), area tengah/grey (midtone) dan area terang (highlight)
yang berimbang. Tidak seperti mata manusia, sensor pada kamera digital
(atau film pada kamera analog) punya rentang sensitivitas terhadap
cahaya yang tidak terlalu lebar sehingga ada saja kasus dimana kamera
gagal mereproduksi kondisi aktual di lapangan dalam sebuah foto. Contoh
yang paling mudah ditemui adalah terjadinya highlight clipping atau
area terang yang detailnya sudah hilang dan ini sering dijumpai pada
foto dengan kontras tinggi. Sebaliknya, sebuah foto bisa dikatakan tidak
tepat eksposurenya bila banyak area shadow yang terlalu gelap sehingga bisa dibilang under-eksposure.
Pilihan mode metering disediakan untuk
mengakomodir berbagai kondisi pemotretan yang pasti punya banyak variasi
pencahayaan, mulai dari siang terik, kontras tinggi hingga tempat yang
kurang cahaya. Pilihan mode yang umum dijumpai pada kebanyakan kamera
digital yaitu :
- multi segment/evaluative/matrix : mengukur cahaya pada keseluruhan bidang foto
- center weight : mengukur cahaya dengan prioritas utama pada area tengah foto
- spot : hanya mengukur cahaya di titik kecil tertentu dan mengabaikan cahaya di area lainnya
Kita kupas satu per satu ya….
Pada mode metering yang pertama, yaitu multi segment/evaluative/matrix metering, kamera menentukan eksposure berdasarkan perata-rataan pengukuran cahaya di seluruh bidang foto. Caranya, sensor pada modul light meter dibagi
ke dalam beberapa area kecil lantas kamera mengukur intensitas cahaya
di tiap-tiap area tadi. Selanjutnya kamera akan mengkalkulasi rata-rata
dari intensitas cahaya dan menentukan eksposure yang sesuai. Inilah mode
yang dianggap paling memberikan eksposure yang paling tepat dan punya
akurasi yang tinggi.
Pada mode ini, semakin banyak area yang
menjadi referensi pengukuran maka akan semakin presisi hasil
perhitungannya, dan semakin kecil resiko metering kamera meleset. Mode
ini jadi mode ‘default’ untuk kebanyakan situasi pemotretan dan bisa
diandalkan untuk dipakai sehari-hari. Masalahnya, ada situasi dimana
mode ini bisa tertipu, seperti saat ada cahaya yang lebih terang diluar
objek foto dan bisa mengacaukan kalkulasi kamera.
Di mode kedua, yaitu center weight,
kamera masih mengandalkan pengukuran dari banyak area sensor namun
lebih memprioritaskan pengukuran pada bidang tengah foto dan cenderung
mengabaikan intensitas cahaya di luar area tengah itu. Dengan memakai
mode metering ini, area tengah yang umumnya jadi subjek foto, bisa
mendapat eksposure yang lebih tepat. Mode ini cocok untuk potret wajah
atau kebutuhan lain yang memang mementingkan eksposure yang tepat pada
bagian tengah foto. Namun untuk foto landscape, mode ini kurang cocok karena pada foto landscape tiap bagian pada foto punya arti yang sama pentingnya.
Di mode ketiga yang bernama spot metering ini
kamera hanya mengukur cahaya pada sebidang titik kecil (sekitar 5% dari
bidang foto) dan akan mengabaikan 95% area selain titik tadi. Mode ini
berguna untuk memotret di tempat yang pencahayaannya amat kompleks
dimana bila tidak memakai mode spot maka tidak akan didapat eksposure yang sesuai. Pada kamera DSLR, spot meter bisa disinkronkan dengan titik AF yang ada sehingga kamera akan mengukur spot meter pada titik AF yang dipilih (tidak selalu harus ditengah).
Kasus yang umum membutuhkan kita untuk memakai spot
meter adalah saat keseluruhan bidang foto lebih terang atau lebih gelap
dari objek yang akan difoto. Namun bila salah memakai mode ini, foto
yang dihasilkan bisa jadi terlalu terang atau gelap, maka itu perlu
banyak berlatih.
Perlu diingat bahwa nilai eksposure tidak
ada standar pasti. Kita hanya mengandalkan mata untuk menilai apakah
foto yang dihasilkan sudah memiliki eksposure yang tepat (kadang foto
yang agak gelap atau agak terang tidak berarti foto itu gagal). Bila
menurut kita ternyata foto yang dihasilkan oleh kamera belum sesuai
dengan keinginan, bisa dikompensasikan dengan kompensasi eksposure (Ev)
ke arah negatif (lebih gelap) atau positif (lebih terang). Bisa juga
bermain kuncian eksposure (exposure lock), bila kita ingin berkreasi lebih kreatif lagi..
Jadi, tips yang saya bisa sharing disini :
- mode evaluative/matrix cocok untuk dipakai sehari-hari, apalagi bila area yang difoto relatif rata pencahayaannya
- bila ingin mendapat akurasi eksposure yang baik di bagian tengah foto, gunakan center weight
- center weight juga cocok dipakai bila ada backlight di belakang objek foto
- gunakan spot meter bila kita gagal mendapat eksposure yang tepat pada objek foto memakai mode lainnya
- bila kamera anda tidak ada mode spot meter, alternatifnya gunakan partial metering (seperti EOS 1000D)
- bila eksposure yang diberikan kamera masih belum memuaskan, siasati dengan bermain Ev ke arah plus (terang) atau minus (gelap)
- banyak berlatih dengan berbagai mode metering dan amati perbedaannya
Semoga bermanfaat, diskusikan soal pengalaman anda seputar metering lewat komentar di bawah ini ya….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar