Agama Hindu ditandai
dengan sifat rasional yang sangat kuat. Melalui jalan berliku dari
harapan samar dan renunsiasi praktis, dogma-dogma ketat dan petualangan
jiwa yang tidak mengenal takut, melalui empat atau lima melinium
upaya-upaya tanpa henti dalam bidang menthapisik dan teologi para
Maharesi Hindu telah mencoba untuk menangkap masalah-masalah terakhir
dalam suatu kesetiaan kepada kebenaran dan perasaan atas kenyataan.
Peradaban brahmanikal, terlatih menilai masalah-masalah tanpa emosi dan
mendasarkan kesimpulan mereka atas pengalaman-pengalaman fundamental.
Hal
yang menuntun para Maharesi Hindu untuk mengangkat pernyataan mengenai
Tuhan (Hakikat kenyataan) adalah kefanaan. Dunia terbuka bagi pandangan
kita yang obyektif tampak bagi mereka melampaui dirinya tanpa akhir
(endless Surpassing of it self). Mereka bertanya: Apakah semua ini akan
lenyap, atau apakah kutuk yang menelan hal-hal ini menemukan kendalinya
di suatu tempat entah di mana? Dan mereka menjawab: Ada sesuatu di dunia
ini tak digantikan, suatu yang mutlak yang tak dapat dihancurkan, yaitu
Tuhan. Pengalaman mengenai yang tak terbatas ini (Tuhan) diberikan
kepada kita semua pada beberapa kesempatan ketika kita menangkap kilatan
rahasia yang amat kuat, dan merasakan kehadiran dari jiwa yang lebih
besar dan menyelimuti kita dalam kejayaan. Bahkan pada saat tragis dalam
kehidupan, ketika kita merasa diri kita miskin dan yatim-piatu
keagungan Tuhan dalam diri kita membuat kita merasa bahwa kesalahan dan
kesedihan dunia hanyalah kecelakaan kecil (incident) dalam sebuah drama
yang lebih besar yang akan berakhir dalam kekuasaan, kemegahan dan
kasih. Upanisad-upanisad mengatakan: "Bila tak ada semangat kebahagian
di alam semesta ini, siapa yang dapat hidup dan bernafas dalam dunia
kehidupan ini?" Secara filsafah Tuhan adalah Brahman yang memiliki
identitas sendiri yang mengungkapkan (mewahyukan) dirinya dalam
segalanya, menjadi landasan permanen dari proses dunia. Secara agama ia
diihat sebagai kesadaran jiwa yang suci, hamil dengan seluruh gerak
dunia, dengan evolusi dan involusinya.
Melalui
perjalanan karirnya yang panjang, keesaan Tuhan telah menjadi cita-cita
yang menuntun (governing ideal) dari agama Hindu. Reg Weda memberitahu
kita mengenai Tuhan, Satu Hakekat Kenyataan Terakhir, Ekam Sat, mengenai
Dia para terpelajar menyebutnya dengan berbagai nama. Upanisad-Upanisad
juga mengatakan bahwa Tuhan yang satu itu disebut dengan berbagai nama
sesuai dengan tingkat kenyataan dimana Dia dilihat berfungsi.
Konsepsi
mengenai Tri Murti muncul dari periode epik, dan dimantapkan dalam
zaman Purana-Purana. Analogi dari kesadaran manusia, dengan tiga lapis
kegiatan, yaitu mengetahui (cognition), merasa (emotion), dan kehendak
(will), menyarankan pandangan mengenai Tuhan sebagai Sat, Cit dan ananta
Kenyataan (reality), kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagian (joy).
Triguna yaitu sattwa atau ketenangan, lahir dan kebijaksanaan
rajas
atau energi lahir dari rasa yang penuh semangat, dan tamas, kelambanan,
lahir sebagai akibatnya kurangnya kendali dan pencerahan, adalah
merupakan unsur-unsur dari semua eksistensi. Bahkan Tuhan juga dianggap
tidak kecualikan dari hukum serba Tiga ini (trilicity), dari keseluruhan
mahluk hidup.
Tiga fungsi dari
utpeti (shristi) atau penciptaan stiti atau pemeliharaan dan pamralaya
(pralina) atau penghancuran (peleburan) juga berasal dari Tri Guna ini.
Wisnu Sang Pemelihara alam semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi
oleh sifat sattwa, Brahman Sang Pencipta alam semesta adalah Jiwa
Tertinggi yang didominasi oleh sifat rajas dan Siwa Sang Pemrelina alam
semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi oleh sifat tamas. Tiga
Sifat dari Tuhan Yang Tunggal dikembangkan menjadi tiga pribadi yang
berbeda. Dan masing-masing pribadi itu dianggap berfungsi melalui sakti
atau energinya masing-masing: Uma, Saraswati dan Laksmi. Secara harfiah
ketiga sifa-sifat dan fungsi-fungsi ini seimbang di dalam Tuhan Yang
Tunggal sehingga Dia dikatakan tidak memiliki sifat-sifat sama sekali.
Satu Tuhan yang tidak dapat dipahami yang Maha Mengetahui, Maha Kuasa
dan ada di mana-mana, tempat berbeda bagi pikiran yang berbeda dalam
cara yang berbeda. Satu teks kuno mengatakan bahwa bentuk diberikan
kepada yang tak berbentuk bagi kepentingan manusia.
Dengan
keterbukaan pikiran yang merupakan sifat dan filsafat, orang Hindu
percaya akan relativitas dari keyakinan mayarakat umum yang memeluk
keyakinan itu. Agama bukanlah sekedar teori mengenai yang supernatural
yang dapat kita pakai atau kita tinggalkan semau kita. Agama merupakan
pernyataan dari pengalaman spiritual dari bangsa yang bersangkutan,
catatan dari evolusi sosialnya, bagian tak terpisahkan dari suatu
mayarakat di atas di mana ia didirikan. Bahwa orang yang berbeda akan
memeluk keyakinan yang berbeda, bukanlah sesuatu yang tidak alamiah. Ini
adalah semua masalah cita rasa dan temperamen. Ruchinan vaichitriyat.
Ketika bangsa Arya bertemu dengan penduduk asli yang menyembah berbagai
macam dewa-dewa, meraka merasa tidak terpanggil untuk menggantikannya
seketika itu dengan keyakinan mereka. Pada akhirnya semua manusia
mencari Tuhan yang satu. Menurut Bagawad Gita Tuhan tidak akan menolak
keinginan pemuja-Nya semata-mata karena mereka tidak merasakan kekacauan
dan kebingungan. Guru-guru besar dunia yang memiliki cukup penghormatan
terhadap sejarah tidak akan mencoba menyelamatkan dunia dalam generasi
mereka dengan memaksakan pertimbangan-pertimbangan mereka yang maju
terhadap mareka yang tidak mengerti atau menghargainya.
Para
Maharesi Hindu, sementara mempraktekan ideal yang tinggi, memahami
ketidak siapan rakyat untuk itu, dan karena itu melakukan pelayanan
dengan lemah lembut dari pada pemaksaan yang liar. Mereka mengakui
dewa-dewa yang lebih rendah dan di puja oleh orang banyak dan
memberitahu mereka bahwa dewa-dewa itu semua berkedudukan lebih rendah
dari Brahman atau Tuhan Yang Tunggal: sementara beberapa menemukan
dewa-dewa di air, yang lain di surga, yang lain dalam benda-benda dunia,
orang bijaksana menemukan Tuhan yang benar, yang keagunganNya hadir di
mana-mana, di dalam Atman. Sloka yang lain mengatakan: "Manusia tindakan
(man of action) menemukan Tuhan dalam api, manusia perasaan (men of
feeling) menemukan Tuhan dalam hati, manusia yang masih rendah kemampuan
berpikirnya menemukan Tuhan dalam patung, tapi manusia yang kuat secara
spiritual menemukan Tuhan di mana-mana."
Sistem
agama dan falsafah Hindu mengakui evolusi dan involusi dunia secara
periodik yang mempresentasikan detak jantung universal, yang selalu diam
dan selalu aktif. Seluruh dunia merupakan pengejawantahan dari Tuhan.
Sayana mengamati bahwa segala sesuatu adalah wahana atau kendaraan tadi
manifestasi Jiwa Yang Tertinggi (Tuhan). Mahluk dibedakan dalam beberapa
tingkatan. "Di antara mahluk, yang bernafas yang tertinggi; di antara
ini, mereka yang telah mengembangkan pikirannya; di antara ini, mereka
yang telah mempergunakan pengetahuannya; sementara yang tertinggi adalah
mereka yang dikuasai oleh perasaan mengenai kesatuan dari semua
kehidupan dalam Tuhan. Jiwa yang satu mengungkapkan dirinya melalui
tingkatan yang berbeda."
Yang tak
terbatas dalam diri manusia tidak dapat dipuaskan oleh bentuk dunia
terbatas yang fana. Kebebasan adalah harta milik kita, bila kita lari
dari apa yang sementara dan terbatas dalam diri kita. Makin banyak hidup
kita memanifestasikan yang tak terbatas dalam diri kita, makin tinggi
kita berada dalam tingkatan hidup. Manifestasi yang paling tinggi
disebut Awatara atau inkarnasi dari Tuhan. Ini bukanlah suatu yang tidak
biasa, satu mikjijat Tuhan, tetapi hanya manifestasi yang lebih tinggi
dari prinsip tertinggi, berbeda dari yang umum yang lebih rendah dalam
derajat saja. Bagawad Gita mengatakan bahwa sekalipun Tuhan ada dan
bergerak dalam segalanya, Dia memanifestasikan dirinya dalam derajat
khusus dalam hal-hal yang indah. Para Maharesi dan para Buddha, para
Nabi dan Mesiah, merupakan pengungkapan terdalam dari jiwa universal.
Bagawad Gita menjanjikan bahwa mereka akan muncul bilamana mereka
diperlukan. Bila kecenderungan meteralis yang merendahkan atau
mendominasi kehidupan, seorang Rama atau Krishna atau seorang Buddha
akan datang kedunia untuk memperbaiki harmoni kebenaran. Dalam manusia
yang telah memutuskan kekuasaan indria, membuka hati yang penuh kasih,
dan memberikan kita inpirasi akan kasih, kebenaran dan keadilan, kita
memiliki konsentrasi yang kuat mengenai Tuhan. Mereka mengungkapkan
kepada kita jalan, kebenaran dan hidup. Mereka tentu saja melarang
penyembahan buta terhadap diri mereka, karena ini akan menurunkan
pengejawantahan dari Jiwa yang Agung. Rama mengungkapkan dirinya tidak
lebih dari anak seorang manusia. Seorang Hindu yang mengetahui sesuatu
mengenai keyakinannya siap untuk memberikan rasa hormat kepada setiap
penolong kemanusiaan. Dia percaya bahwa Tuhan berinkarnasi dalam seorang
manusia. Manifestasi suci bukanlah pelanggaran terhadap kepribadian
manusia sebaliknya, ia merupakan drajat kemungkinan tertinggi dari
pengejawantahan-diri manusia yang alamiah sebab hakikat sebenarnya dari
manusia adalah suci.
Tujuan dari
hidup adalah pengungkapan secara perlahan dari yang abadi dalam diri
kita, dari eksistensi kemanusiaan kita. Kemajuan umum diatur oleh karma
atau hukum sebab akibat moral. Agama Hindu tidak percaya akan satu Tuhan
yang dari kursi-pengadilannya menimbang tiap kasus secara terpisah dan
menetapkan balasannya. Dia tidak melalukan keadilan dari luar, menambah
atau mengurangi hukuman berdasarkan kehendakNya sediri. Tuhan ada
"dalam" manusia, dan demikian juga karma hukum adalah merupakan bagian
organik dari kakekat manusia. Setiap saat ada pada pengadilannya
sendiri, dalam setiap usaha yang jujur akan memberikan dia kebaikan
dalam upaya internalnya. Karakter yang kita bangun akan berlanjut ke
masa depan sampai kita menyadari kesatuan kita dengan Tuhan. Anak-anak
Tuhan, yang dalam pandangannya satu tahun adalah seperti satu hari,
tidaklah merasa perlu kecil hati bila tujuan kesempurnaan itu tidak
tercapai dalam suatu kehidupan. Kelahiran kembali diterima oleh semua
penganut Hindu. Dunia ini dipelihara oleh kesalahan-kesalahan kita.
Kekuatan-kekuatan yang menyatukan ciptaan adalah hidup kita yang
terpatah-patah yang perlu diperbaharui. Alam semesta telah muncul dan
lenyap berulang-kali tak terhitung di masa lampau yang panjang, dan akan
terus berlanjut dilebur dan dibentuk kembali melalui keadilan yang tak
dapat dibayangkan di masa yang akan datang.
saduran dari : Sarvepalli Radhakrishnan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar