http://cakepane.blogspot.com/2010/04/menguak-misteri-gayatri-mantra-melalui.html
Senin, 04 Maret 2013
Menguak Misteri GAYATRI MANTRA melalui Meditasi
Om bhur bhuvah svah, 
tat savitur varenyam,
bhargo devasya dhimahi,
dhiyo yo nah pracodayat.(regveda - 3,62)
artinya:
O cahaya bersinar yang telah melahirkan semua loka atau dunia kesadaran, O Tuhan yang muncul melalui sinarnya matahari sinarilah budi kami.
Inilah makna dari mantra yang memiliki semua bija-mantra yang kesemuanya melambangkan dari kekuasaan Brahman dalam cahaya suciNya.
Gayatri mantra ini mempunyai getaran sangat kuat sehingga seseorang dalam pencaran rohaninya apabila tulus mengucapkan Gayatri mantra ini akan membawa kepada pencerahan bathin. Banyak buku yang mengulas bagaimana kehebatan dari Gayatri mantram tersebut, namun tidak ada guru yang bisa memberikan pelajaran secara sistematis sehingga tidak ada pegangan yang kuat bagi murid-murid untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi.
Gayatri mantram pada dasarnya bekerja secara otomatis dalam kesadaran rohani manusia. Ini di sebabkan mantram tersebut mewakili dari setiap elemen dasar manusia dan alam.
Manusia memiliki tiga bagian badan yaitu badan fisik, badan energy (aura atau cahaya) dan badan roh (atma) ketiga bagian badan ini saling terkait satu sama lainnya. Badan fisik berhubungan dengan napas dan prana, dan badan roh berhubungan dengan kesadaran Brahman.
Dijaman yang serba tidak pasti ini, banyak sekali bermunculan suatu masalah dalam kehidupan seperti contoh agama, ekonomi, sosial dan lain-lain dan yang lebih parah lagi adalah banyaknya kasus penyakit. Tidak bisa disangkal lagi bahwa jaman ini materi menjadi tujuan yang paling utama, karena materi bagi seseorang menjajanjikan sebuah kebahagiaan.
Karena pencitraan yang sangat kuat ini, banyak orang pada jaman sekarang melakukan perbuatan yang berorientasi pada harta, segala cara pun dilakukan asalkan terpenuhi nafsunya serta ambisinya. Tidak di dunia ekonomi saja terjadi seperti itu, di dunia energy pun banyak orang menggunakan kekuatan mistik hitam untuk mencelakai secara halus, ini terlepas dari percaya atau tidak dengan hal ilmu hitam. Banyak bermunculan dukun - dukun serta paranormal yang menjajanjikan serta menjual berbagai macam kebolehan serta asesories untuk kedigjayaan atau kesaktian. Apabila tidak kuat iman, bisa dipastikan jaman sekarang akan menjadi budak dari sekian pencitraan yang mencekam dalam kehidupan ini.
Lalu haruskah kita lari dari kehidupan ini dan mengasingkan diri untuk pergi ke hutan atau gua dan apakah kita mengambil jalan singkat bunuh diri?
Kedua-duanya adalah jalan yang konyol, kita harus menghadapi gelombang badai tersebut, namun dengan cara yang sangat halus serta bijak.
Apa yang disebut dengan suara karena kita mempunyai otak serta indra mata. Anadaikan saja seseorang buta dan tuli sejak lahir pasti baginya dunia ini tidak ada, inilah yang disebut dengan ikatan indra dengan alam sementa. Untuk bisa terhindar dari masalah tersebut, tidada jalan lain kecuali mencari masalah itu jauh ke dalam hati dan pikiran sebab di sanalah kemelut itu bercokol.
MEDITASI DENGAN GAYATRI MANTRA
Sudah dikatakan Gayatri mantram mempunyai vibrasi sangat kuat terhadap otak dan batin asalkan tahu bagaimana cara menggunakan mantra tersebut. Meditasi pada hakekatnya berhubungan dengan pikiran, kesadaran, serta spirit dan sangat dibutuhkan guru yang khusus. Apabila anda ingin menjadikan Gayatri Mantra sebagai bagian dari meditasi anda harus melakukan puasa putih(tanpa garam, dan tidak minum susu) selama dua hari untuk memohon berkat kepada Maha Dewi.
Lakukan puasa mulai hari Rabu (pagi) sampai Jumat (pagi) hanya makan nasi putih dan air putih saja dan lakukan puja Gayatri setiap pagi menghadap matahari terbit, siang hari, dan malam hari. Dalam mengucapkan Gayatri mantra enam kali untuk pagi hari, empat kali untuk siang hari, dan dua puluh sembilan kali untuk
malam hari. Lakukan puasa dan puja Gayatri dengan ketulusan hati jangan memohon suatu daya-daya sakti tertentu sebab belum tentu keinginan anda akan terpenuhi. Setelah melakukan puasa dan puja gayatri selama dua hari barulah anda di perkenankan untuk melakukan meditasi ternadap Gayatri mantra sebab api spirit anda sudah menyala.
Tambahan:
Dalam penjelasannya puasa putih ini dapat dilakukan sehari saja tapi harus pada hari kelahirannya. Misalnya lahir hari Senen, maka puasa dilakukan pada Senen pagi hingga Selasa pagi.
TEORI MEDITASI
Sebelum meditasi cucilah muka, tangan, serta kaki, atau anda mandi untuk membersihkan badan dari kotoran sekaligus membuat badan menjadi segar. Duduklah dengan memakai alas dari kain, tikar, atau selimut, posisi punggung tegak lurus dan tangan diletakkan dipangkuan dalam posisi relek. Pejamkan mata, serta tenangkan pikiran berberapa detik, setelah itu ucapkan mantra
"OM Bhur, OM Bhuvah, OM Svah"
ucapkan dengan suara lambat serta santai jangan tergesa-gesa sebanyak lima kali, ini bertujuan untuk membersihkan lapisan pikiran.
Pada saat mengucapkan mantra ini arahkan pikiran pada mantra dan suara bukan pada bayangan pikiran. Setelah baca mantra selesai tutuplah mulut serta tenangkan pikiran lalu ucapkan Gayatri mantram
" OM Bhur, Bhuvah, Svah, tat savitur varenyam, bhargo devasya
dimahi, dhiyo yo nah pracodayat"
dengan lambat dan tenang di dalam hati. Arahkan pikiran serta getaran suara mantra pada jantung, anda cukup meniatkan saja bukan membayangkan.
Meditasi dengan Gayatri mantram sangat efektif untuk berbagai macam keperluan seperti melindungi diri dari energy negatif, kecantikan, kekuatan batin, kecerdasan dan lain-lain. Kekuatan Gayatri mantra tidak bisa berfungsi apabila disertai niat kurang baik. Meditasi Gayatri mantra apabila dilakukan dengan baik serta tulus akan banyak muncul keajaiban-keajaiban yang tidak bisa kita sangka. Gayatri mantra bukan bekerja pada maksud si meditator namun, karunia, energy, rahmat, dari Maha Devi Gayatri yang berhak menentukan. Bagaikan mobil, sang supirlah yang tahu kemana tujuan dari mobil itu, bukan tujuan dari mobil tersebut yang dituruti sang supir.
Energy Gayatri masuk dari ubun-ubun melalui tulang belakang serta menyebar keseluruh tubuh fisik, tubuh energy, dan atma. Banyak guru-guru suci yang tercerahkan mengatakan "pencerahan akan kalian dapatkan pada Gayatri mantra. Pada jaman kali yuga ini tiada yang mampu melepaskan lapisan kekotoran pikiran selain getaran halus dari Gayatri mantra.
TIPS
Apa bila anda merasa ada sakit yang disebabkan oleh ulah niat jahat seseorang, dan kalau percaya dengan hal ini anda bisa menggunakan cara berikut ini. Sediakan air bersih , higienis, untuk diminum, lalu jemurlah air tersebut pada cahaya matahari serta cahaya bulan di malam hari. Setelah air tersebut dijemur oleh kedua unsur cahaya tersebut berdoalah pada Tuhan sambil membaca Gayatri mantram 11 kali, setiap habis membaca gayatri mantram tiupkan nafas anda pada air tersebut. Air tersebut bisa diminum atau dipakai campuran obat, mandi dan lain-lainnya. Dengan kekuatan ini segala macam bentuk energy jahat dari seseorang akan hancur oleh kekuatan dari mantra tersebut, hal ini sering terbutkti di daerah-daaerah terpencil. Ada banyak lagi cara-cara yang bisa dijadikan renungan, betapa Gayatri mantra mempu untuk menghadapi dilema dalam hidup ini.
tat savitur varenyam,
bhargo devasya dhimahi,
dhiyo yo nah pracodayat.(regveda - 3,62)
artinya:
O cahaya bersinar yang telah melahirkan semua loka atau dunia kesadaran, O Tuhan yang muncul melalui sinarnya matahari sinarilah budi kami.
Inilah makna dari mantra yang memiliki semua bija-mantra yang kesemuanya melambangkan dari kekuasaan Brahman dalam cahaya suciNya.
- Om melambangkan Tuhan,
- Bhur mewakili bumi,
- Bhuvah melingkupi semua bagian dari daerahnya dewata-dewata dan setengah dewata sampai kepada matahari.
- Svah mewakili dimensi alam ketiga yang diketahui dengan nama svargaloka dan semua loka-loka yang cemerlang dia atasnya.
Gayatri mantra ini mempunyai getaran sangat kuat sehingga seseorang dalam pencaran rohaninya apabila tulus mengucapkan Gayatri mantra ini akan membawa kepada pencerahan bathin. Banyak buku yang mengulas bagaimana kehebatan dari Gayatri mantram tersebut, namun tidak ada guru yang bisa memberikan pelajaran secara sistematis sehingga tidak ada pegangan yang kuat bagi murid-murid untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi.
Gayatri mantram pada dasarnya bekerja secara otomatis dalam kesadaran rohani manusia. Ini di sebabkan mantram tersebut mewakili dari setiap elemen dasar manusia dan alam.
Manusia memiliki tiga bagian badan yaitu badan fisik, badan energy (aura atau cahaya) dan badan roh (atma) ketiga bagian badan ini saling terkait satu sama lainnya. Badan fisik berhubungan dengan napas dan prana, dan badan roh berhubungan dengan kesadaran Brahman.
Dijaman yang serba tidak pasti ini, banyak sekali bermunculan suatu masalah dalam kehidupan seperti contoh agama, ekonomi, sosial dan lain-lain dan yang lebih parah lagi adalah banyaknya kasus penyakit. Tidak bisa disangkal lagi bahwa jaman ini materi menjadi tujuan yang paling utama, karena materi bagi seseorang menjajanjikan sebuah kebahagiaan.
Karena pencitraan yang sangat kuat ini, banyak orang pada jaman sekarang melakukan perbuatan yang berorientasi pada harta, segala cara pun dilakukan asalkan terpenuhi nafsunya serta ambisinya. Tidak di dunia ekonomi saja terjadi seperti itu, di dunia energy pun banyak orang menggunakan kekuatan mistik hitam untuk mencelakai secara halus, ini terlepas dari percaya atau tidak dengan hal ilmu hitam. Banyak bermunculan dukun - dukun serta paranormal yang menjajanjikan serta menjual berbagai macam kebolehan serta asesories untuk kedigjayaan atau kesaktian. Apabila tidak kuat iman, bisa dipastikan jaman sekarang akan menjadi budak dari sekian pencitraan yang mencekam dalam kehidupan ini.
Lalu haruskah kita lari dari kehidupan ini dan mengasingkan diri untuk pergi ke hutan atau gua dan apakah kita mengambil jalan singkat bunuh diri?
Kedua-duanya adalah jalan yang konyol, kita harus menghadapi gelombang badai tersebut, namun dengan cara yang sangat halus serta bijak.
Apa yang disebut dengan suara karena kita mempunyai otak serta indra mata. Anadaikan saja seseorang buta dan tuli sejak lahir pasti baginya dunia ini tidak ada, inilah yang disebut dengan ikatan indra dengan alam sementa. Untuk bisa terhindar dari masalah tersebut, tidada jalan lain kecuali mencari masalah itu jauh ke dalam hati dan pikiran sebab di sanalah kemelut itu bercokol.
MEDITASI DENGAN GAYATRI MANTRA
Sudah dikatakan Gayatri mantram mempunyai vibrasi sangat kuat terhadap otak dan batin asalkan tahu bagaimana cara menggunakan mantra tersebut. Meditasi pada hakekatnya berhubungan dengan pikiran, kesadaran, serta spirit dan sangat dibutuhkan guru yang khusus. Apabila anda ingin menjadikan Gayatri Mantra sebagai bagian dari meditasi anda harus melakukan puasa putih(tanpa garam, dan tidak minum susu) selama dua hari untuk memohon berkat kepada Maha Dewi.
Lakukan puasa mulai hari Rabu (pagi) sampai Jumat (pagi) hanya makan nasi putih dan air putih saja dan lakukan puja Gayatri setiap pagi menghadap matahari terbit, siang hari, dan malam hari. Dalam mengucapkan Gayatri mantra enam kali untuk pagi hari, empat kali untuk siang hari, dan dua puluh sembilan kali untuk
malam hari. Lakukan puasa dan puja Gayatri dengan ketulusan hati jangan memohon suatu daya-daya sakti tertentu sebab belum tentu keinginan anda akan terpenuhi. Setelah melakukan puasa dan puja gayatri selama dua hari barulah anda di perkenankan untuk melakukan meditasi ternadap Gayatri mantra sebab api spirit anda sudah menyala.
Tambahan:
Dalam penjelasannya puasa putih ini dapat dilakukan sehari saja tapi harus pada hari kelahirannya. Misalnya lahir hari Senen, maka puasa dilakukan pada Senen pagi hingga Selasa pagi.
TEORI MEDITASI
Sebelum meditasi cucilah muka, tangan, serta kaki, atau anda mandi untuk membersihkan badan dari kotoran sekaligus membuat badan menjadi segar. Duduklah dengan memakai alas dari kain, tikar, atau selimut, posisi punggung tegak lurus dan tangan diletakkan dipangkuan dalam posisi relek. Pejamkan mata, serta tenangkan pikiran berberapa detik, setelah itu ucapkan mantra
"OM Bhur, OM Bhuvah, OM Svah"
ucapkan dengan suara lambat serta santai jangan tergesa-gesa sebanyak lima kali, ini bertujuan untuk membersihkan lapisan pikiran.
Pada saat mengucapkan mantra ini arahkan pikiran pada mantra dan suara bukan pada bayangan pikiran. Setelah baca mantra selesai tutuplah mulut serta tenangkan pikiran lalu ucapkan Gayatri mantram
" OM Bhur, Bhuvah, Svah, tat savitur varenyam, bhargo devasya
dimahi, dhiyo yo nah pracodayat"
dengan lambat dan tenang di dalam hati. Arahkan pikiran serta getaran suara mantra pada jantung, anda cukup meniatkan saja bukan membayangkan.
Meditasi dengan Gayatri mantram sangat efektif untuk berbagai macam keperluan seperti melindungi diri dari energy negatif, kecantikan, kekuatan batin, kecerdasan dan lain-lain. Kekuatan Gayatri mantra tidak bisa berfungsi apabila disertai niat kurang baik. Meditasi Gayatri mantra apabila dilakukan dengan baik serta tulus akan banyak muncul keajaiban-keajaiban yang tidak bisa kita sangka. Gayatri mantra bukan bekerja pada maksud si meditator namun, karunia, energy, rahmat, dari Maha Devi Gayatri yang berhak menentukan. Bagaikan mobil, sang supirlah yang tahu kemana tujuan dari mobil itu, bukan tujuan dari mobil tersebut yang dituruti sang supir.
Energy Gayatri masuk dari ubun-ubun melalui tulang belakang serta menyebar keseluruh tubuh fisik, tubuh energy, dan atma. Banyak guru-guru suci yang tercerahkan mengatakan "pencerahan akan kalian dapatkan pada Gayatri mantra. Pada jaman kali yuga ini tiada yang mampu melepaskan lapisan kekotoran pikiran selain getaran halus dari Gayatri mantra.
TIPS
Apa bila anda merasa ada sakit yang disebabkan oleh ulah niat jahat seseorang, dan kalau percaya dengan hal ini anda bisa menggunakan cara berikut ini. Sediakan air bersih , higienis, untuk diminum, lalu jemurlah air tersebut pada cahaya matahari serta cahaya bulan di malam hari. Setelah air tersebut dijemur oleh kedua unsur cahaya tersebut berdoalah pada Tuhan sambil membaca Gayatri mantram 11 kali, setiap habis membaca gayatri mantram tiupkan nafas anda pada air tersebut. Air tersebut bisa diminum atau dipakai campuran obat, mandi dan lain-lainnya. Dengan kekuatan ini segala macam bentuk energy jahat dari seseorang akan hancur oleh kekuatan dari mantra tersebut, hal ini sering terbutkti di daerah-daaerah terpencil. Ada banyak lagi cara-cara yang bisa dijadikan renungan, betapa Gayatri mantra mempu untuk menghadapi dilema dalam hidup ini.
Tempat Suci didalam Pekarangan Rumah
Tempat Suci didalam Pekarangan Rumah 
sangatlah penting dalam kaitannya dengan hubungan umat dengan Tuhan. 
Sering juga umat menanyakan bangunan/pelinggih apa saja yang mesti 
dibuat dalam pekarangan rumah tersebut. Menurut beberapa sumber, 
bangunan/palinggih yang harus ada didalam pekarangan rumah adalah 
sanggah dan tugu Pangijeng/penunggun karang. Berikut penjelasannya;
Sanggah/Merajan
Secara konvensional, pendirian 
suatu bangunan, apakah nantinya disebut rumah ataupun palinggih telah 
diatur sedemikian rupa di lontar asta dewa, asta kosala-kosali dan asta 
bhumi. Jika mengacu pada petunjuk lontar tersebut, maka pembagian 
peruntukan lahan selalu berpijak pada ajaran tri hita karana, dimana 
akan disediakan lahan untuk menghubungkan diri dengan tuhan (uttama 
mandala) dalam bentuk pendirian sanggah/merajan. Lahan untuk 
menghubungkan dengan antar sesama (madya Mandala) dalam bentuk 
perumahan. Dan lahan untuk berinteraksi dengan alam lingkungan (nista 
mandala) dalam bentuk teba lengkap dengan tanaman dan ternak peliharaan.
Pitra puja yaitu pemujaan
 kepada leluhur merupakan kewajiban bagi umat hindu sebagai pelaksanaan 
ajaran pitra yadnya dan erat kaitannya dengan adanya pitra rna. 
Secara fisik, terutama bagi umat
 hindu di bali dan sekarang sudah pula dibawa konsepnya di luar bali, 
wujud nyatu ditandai denga dari pitra puja itu pendirian 
sanggah/merajan. Merajan inilah yang berfungsi sebagai tempat suci 
memuja roh suci leluhur yang telah menjadi dewa pitara (sidha dewata).
Diawal pembuatan sanggah, banyak
 umat yang menggunakan pepohonan, terutama pohon dapdap yang dipercayai 
sebagai taru sakti. Sanggah dari pohon dapdap ini sering juga sering 
disebut sanggah turus lumbung. namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi 
 maka didirikanlah sanggah permanen. Mengenai batasan waktu penggunaan 
turus lumbung memang secara mutlak tidak ada ketentuannya. sebab sesuai 
dengan sifat ajaran agama hindu yang luwes, pengalamannya  selalu 
dikembalikan kepada umat yang bersangkutan, Terutama masalah kemampuan 
umat untuk membuat sanggah yang permanen atau tidak.
Menurut suratan lontar siwagama 
dengan tegas menyatakan bahwa setiap keluarga (hindu) dianjurkan untuk 
mendirikan sanggah kemulan sebagai perwujudan ajaran pitra yadnya yang 
berpangkal pada pitra rna, selanjutnya di dalam lontar purwa bhumi 
kemulan ditambahkan bahwa yang distanakan atau dipuja di sanggah kemulan
 itu tidak lain adalah dewa pitara atau roh suci leluhur.
Dengan berpijak pada 2 lontar 
diatas, jelas bahwa syarat minimal untuk membangun tempat suci di sebuah
 rumah tangga adalah adanya bangunan/palinggih kamulan yang secara 
fisikmerupakan bangunan merong telu (memiliki tiga ruangan). Namun 
menurut lontar asthabhumi, palinggih lengkap untuk tempat suci keluarga 
adalah padma sari, kemulan , taksu dan anglurah plus jika memungkinkan 
piyasan. Hanya saja dalam prakteknya padmasari tidak selalu didirikan.
Tetapi bagi masyarakat 
perantauan untuk tetap memelihara hubungan kekrabatan dengan keluarga 
induk, disamping dengan lahan memang sempit bias mendirikan palinggih 
padmasari saja. 
Padmasari 
adalah
 suatu bangunan/palinggih yang ditempatkan di timurlaut dimana pada 
bagian diatasnya dibuat terbuka dan pada bagian tabing mahkota dipahat 
lukisan/relief hyang acintya. Fungsi padmasari  adalah sebagai tempat 
pengayatan (pemujaan) Hyang Widhi dan bhatara-bhatari. Dengan demikian 
Padmasari selain amat cocok bagi keluarga dengan lahan sempit, yang 
penting lagi wujud bakti kepada leluhur tetap bias dilaksanakan.
Sanggah kemulan 
merupakan
 tempat berstananya bhatara hyang guru, yang juga merupakan tempat 
pemujaan/pengayatan Tri Murti. Ini sesuai dengan bunyi mantra saat muspa
 di hadapan rong tiga; “om brahma wisnu iswara dewam……” selain itu 
Fungsi sanggah kemulan adalah sebagai tempat suci untuk memuja 
Bhatara-bhatari leluhur atau dewa pitara, sedangkan kedudukanny sebagai 
pura kawitan yaitu tempat suci pemujaan dimana para penyungsungnya 
terikat dalam satu garis keturunan.
Selain sanggah kemulan, yang 
termasuk ke dalam pura kawitn yaitu pura paibon, panti dan pedarman. 
Bedanya, lingkup penyungsung sanggah kemulan lebih terbatas yaitu 
keluarga inti terdekat yang masih serumah atau senatah (beberapa rumah 
dalam satu halaman).
Sedangkan pura kawitan yang 
lain, dalam lontar siwagama disebutkan, apabila keluarga inti sudah 
berkembang menjadi 10 keluarga hendaknya mendirikan pelinggih hedong 
pertiwi, jika sudah menjadi 20 keluarga hendaknya mendirikan palinggih 
ibu, dan kalau sudah mencapai 40 keluarga membangun pura panti. Akhirnya
 pura kawitan (yang fungsinya sebagai pemersatu dari keluarga – keluarga
 yang satu sama lain memiliki ikatan keturunan meski berasal dari 
keturunan jauh sekalipun) disebut pura pedharman. Di pura pedharman 
inilah seseorang akan mengetahui bahwa walaupun dalam kehidupan 
sehari-hari mereka tidak saling mengenal, ternyata mereka berasal dari 
keturunan yang sama. Ibarat ranting – ranting pohon yang tidak saling 
bersentuhan , tetapi kesemua ranting berpangkal pada akar yang sama 
(satu).
Palinggih Pangijeng/Panunggun Karang
Konsepsi
 ketuhanan dalam agama hindu membenarkan adanya pemujaan ista dewata 
yaitu manifestasi hyang widhi yang diinginkan kehadirannya dalam 
pemujaan pada suatu palinggih dan atau pura. Oleh karena itu, maka apa 
yang disebut tugu atau penunggu karang sesungguhnya tidak bisa 
dilepaskan dari konsep tersebut. Sesuai dengan namanya, fungsi panunggun
 karang adalah sebagai penjaga karang atau palemahan beserta penghuninya
 agar senatiasa berada dalam lindunganNya, tentram, rahayu sekala 
niskala.
Mengenai  pendirian palinggih 
yang disebut dengan tugu dengan berbagai jenisnya sesuai dengan lontar 
asta dewa, asta kosala-kosali dan asta bhumi, ternyata tidak selalu 
harus berada di lahan uttama mandala.
Setelah dicermati petunjuk lontar diatas, diketahui bahwa terdapat 5 jenis tugu;
yang
 apabila bentuk lahan mengarah timur-barat makan penempatannya 2 jenis 
tugu di lahan uttama mandala (areal sanggah/merajan) yaitu tugu 
penyarikan, di posisi tenggara menghadap ke barat, dan tugu anglurah 
sedan  dengan posisi di baratlaut menghadap keselatan.
Di
 lahan madya mandala, juga terdapat 2 jenis tugu, yaitu tugu ajaga-jaga 
berkedudukan di pintu masuk bagian kanan menghadap ke barat dan tugu 
(surya) pangijeng natah berkedudukan di tengah-tengah natah (pekarangan)
 menghadap kebarat/selatan.
Dan akhirnya di lahan nista mandala terdapat jenis tugu yaitu tugu panunggun karang terletak di barat laut menghadap ke selatan.
Intisari Agama Hindu
Agama Hindu ditandai 
dengan sifat rasional yang sangat kuat. Melalui jalan berliku dari 
harapan samar dan renunsiasi praktis, dogma-dogma ketat dan petualangan 
jiwa yang tidak mengenal takut, melalui empat atau lima melinium 
upaya-upaya tanpa henti dalam bidang menthapisik dan teologi para 
Maharesi Hindu telah mencoba untuk menangkap masalah-masalah terakhir 
dalam suatu kesetiaan kepada kebenaran dan perasaan atas kenyataan. 
Peradaban brahmanikal, terlatih menilai masalah-masalah tanpa emosi dan 
mendasarkan kesimpulan mereka atas pengalaman-pengalaman fundamental.
Hal
 yang menuntun para Maharesi Hindu untuk mengangkat pernyataan mengenai 
Tuhan (Hakikat kenyataan) adalah kefanaan. Dunia terbuka bagi pandangan 
kita yang obyektif tampak bagi mereka melampaui dirinya tanpa akhir 
(endless Surpassing of it self). Mereka bertanya: Apakah semua ini akan 
lenyap, atau apakah kutuk yang menelan hal-hal ini menemukan kendalinya 
di suatu tempat entah di mana? Dan mereka menjawab: Ada sesuatu di dunia
 ini tak digantikan, suatu yang mutlak yang tak dapat dihancurkan, yaitu
 Tuhan. Pengalaman mengenai yang tak terbatas ini (Tuhan) diberikan 
kepada kita semua pada beberapa kesempatan ketika kita menangkap kilatan
 rahasia yang amat kuat, dan merasakan kehadiran dari jiwa yang lebih 
besar dan menyelimuti kita dalam kejayaan. Bahkan pada saat tragis dalam
 kehidupan, ketika kita merasa diri kita miskin dan yatim-piatu 
keagungan Tuhan dalam diri kita membuat kita merasa bahwa kesalahan dan 
kesedihan dunia hanyalah kecelakaan kecil (incident) dalam sebuah drama 
yang lebih besar yang akan berakhir dalam kekuasaan, kemegahan dan 
kasih. Upanisad-upanisad mengatakan: "Bila tak ada semangat kebahagian 
di alam semesta ini, siapa yang dapat hidup dan bernafas dalam dunia 
kehidupan ini?" Secara filsafah Tuhan adalah Brahman yang memiliki 
identitas sendiri yang mengungkapkan (mewahyukan) dirinya dalam 
segalanya, menjadi landasan permanen dari proses dunia. Secara agama ia 
diihat sebagai kesadaran jiwa yang suci, hamil dengan seluruh gerak 
dunia, dengan evolusi dan involusinya. 
Melalui
 perjalanan karirnya yang panjang, keesaan Tuhan telah menjadi cita-cita
 yang menuntun (governing ideal) dari agama Hindu. Reg Weda memberitahu 
kita mengenai Tuhan, Satu Hakekat Kenyataan Terakhir, Ekam Sat, mengenai
 Dia para terpelajar menyebutnya dengan berbagai nama. Upanisad-Upanisad
 juga mengatakan bahwa Tuhan yang satu itu disebut dengan berbagai nama 
sesuai dengan tingkat kenyataan dimana Dia dilihat berfungsi. 
Konsepsi
 mengenai Tri Murti muncul dari periode epik, dan dimantapkan dalam 
zaman Purana-Purana. Analogi dari kesadaran manusia, dengan tiga lapis 
kegiatan, yaitu mengetahui (cognition), merasa (emotion), dan kehendak 
(will), menyarankan pandangan mengenai Tuhan sebagai Sat, Cit dan ananta
 Kenyataan (reality), kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagian (joy). 
Triguna yaitu sattwa atau ketenangan, lahir dan kebijaksanaan
rajas
 atau energi lahir dari rasa yang penuh semangat, dan tamas, kelambanan,
 lahir sebagai akibatnya kurangnya kendali dan pencerahan, adalah 
merupakan unsur-unsur dari semua eksistensi. Bahkan Tuhan juga dianggap 
tidak kecualikan dari hukum serba Tiga ini (trilicity), dari keseluruhan
 mahluk hidup. 
Tiga fungsi dari 
utpeti (shristi) atau penciptaan stiti atau pemeliharaan dan pamralaya 
(pralina) atau penghancuran (peleburan) juga berasal dari Tri Guna ini. 
Wisnu Sang Pemelihara alam semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi
 oleh sifat sattwa, Brahman Sang Pencipta alam semesta adalah Jiwa 
Tertinggi yang didominasi oleh sifat rajas dan Siwa Sang Pemrelina alam 
semesta adalah Jiwa Tertinggi yang didominasi oleh sifat tamas. Tiga 
Sifat dari Tuhan Yang Tunggal dikembangkan menjadi tiga pribadi yang 
berbeda. Dan masing-masing pribadi itu dianggap berfungsi melalui sakti 
atau energinya masing-masing: Uma, Saraswati dan Laksmi. Secara harfiah 
ketiga sifa-sifat dan fungsi-fungsi ini seimbang di dalam Tuhan Yang 
Tunggal sehingga Dia dikatakan tidak memiliki sifat-sifat sama sekali. 
Satu Tuhan yang tidak dapat dipahami yang Maha Mengetahui, Maha Kuasa 
dan ada di mana-mana, tempat berbeda bagi pikiran yang berbeda dalam 
cara yang berbeda. Satu teks kuno mengatakan bahwa bentuk diberikan 
kepada yang tak berbentuk bagi kepentingan manusia. 
Dengan
 keterbukaan pikiran yang merupakan sifat dan filsafat, orang Hindu 
percaya akan relativitas dari keyakinan mayarakat umum yang memeluk 
keyakinan itu. Agama bukanlah sekedar teori mengenai yang supernatural 
yang dapat kita pakai atau kita tinggalkan semau kita. Agama merupakan 
pernyataan dari pengalaman spiritual dari bangsa yang bersangkutan, 
catatan dari evolusi sosialnya, bagian tak terpisahkan dari suatu 
mayarakat di atas di mana ia didirikan. Bahwa orang yang berbeda akan 
memeluk keyakinan yang berbeda, bukanlah sesuatu yang tidak alamiah. Ini
 adalah semua masalah cita rasa dan temperamen. Ruchinan vaichitriyat. 
Ketika bangsa Arya bertemu dengan penduduk asli yang menyembah berbagai 
macam dewa-dewa, meraka merasa tidak terpanggil untuk menggantikannya 
seketika itu dengan keyakinan mereka. Pada akhirnya semua manusia 
mencari Tuhan yang satu. Menurut Bagawad Gita Tuhan tidak akan menolak 
keinginan pemuja-Nya semata-mata karena mereka tidak merasakan kekacauan
 dan kebingungan. Guru-guru besar dunia yang memiliki cukup penghormatan
 terhadap sejarah tidak akan mencoba menyelamatkan dunia dalam generasi 
mereka dengan memaksakan pertimbangan-pertimbangan mereka yang maju 
terhadap mareka yang tidak mengerti atau menghargainya. 
Para
 Maharesi Hindu, sementara mempraktekan ideal yang tinggi, memahami 
ketidak siapan rakyat untuk itu, dan karena itu melakukan pelayanan 
dengan lemah lembut dari pada pemaksaan yang liar. Mereka mengakui 
dewa-dewa yang lebih rendah dan di puja oleh orang banyak dan 
memberitahu mereka bahwa dewa-dewa itu semua berkedudukan lebih rendah 
dari Brahman atau Tuhan Yang Tunggal: sementara beberapa menemukan 
dewa-dewa di air, yang lain di surga, yang lain dalam benda-benda dunia,
 orang bijaksana menemukan Tuhan yang benar, yang keagunganNya hadir di 
mana-mana, di dalam Atman. Sloka yang lain mengatakan: "Manusia tindakan
 (man of action) menemukan Tuhan dalam api, manusia perasaan (men of 
feeling) menemukan Tuhan dalam hati, manusia yang masih rendah kemampuan
 berpikirnya menemukan Tuhan dalam patung, tapi manusia yang kuat secara
 spiritual menemukan Tuhan di mana-mana." 
Sistem
 agama dan falsafah Hindu mengakui evolusi dan involusi dunia secara 
periodik yang mempresentasikan detak jantung universal, yang selalu diam
 dan selalu aktif. Seluruh dunia merupakan pengejawantahan dari Tuhan. 
Sayana mengamati bahwa segala sesuatu adalah wahana atau kendaraan tadi 
manifestasi Jiwa Yang Tertinggi (Tuhan). Mahluk dibedakan dalam beberapa
 tingkatan. "Di antara mahluk, yang bernafas yang tertinggi; di antara 
ini, mereka yang telah mengembangkan pikirannya; di antara ini, mereka 
yang telah mempergunakan pengetahuannya; sementara yang tertinggi adalah
 mereka yang dikuasai oleh perasaan mengenai kesatuan dari semua 
kehidupan dalam Tuhan. Jiwa yang satu mengungkapkan dirinya melalui 
tingkatan yang berbeda." 
Yang tak 
terbatas dalam diri manusia tidak dapat dipuaskan oleh bentuk dunia 
terbatas yang fana. Kebebasan adalah harta milik kita, bila kita lari 
dari apa yang sementara dan terbatas dalam diri kita. Makin banyak hidup
 kita memanifestasikan yang tak terbatas dalam diri kita, makin tinggi 
kita berada dalam tingkatan hidup. Manifestasi yang paling tinggi 
disebut Awatara atau inkarnasi dari Tuhan. Ini bukanlah suatu yang tidak
 biasa, satu mikjijat Tuhan, tetapi hanya manifestasi yang lebih tinggi 
dari prinsip tertinggi, berbeda dari yang umum yang lebih rendah dalam 
derajat saja. Bagawad Gita mengatakan bahwa sekalipun Tuhan ada dan 
bergerak dalam segalanya, Dia memanifestasikan dirinya dalam derajat 
khusus dalam hal-hal yang indah. Para Maharesi dan para Buddha, para 
Nabi dan Mesiah, merupakan pengungkapan terdalam dari jiwa universal. 
Bagawad Gita menjanjikan bahwa mereka akan muncul bilamana mereka 
diperlukan. Bila kecenderungan meteralis yang merendahkan atau 
mendominasi kehidupan, seorang Rama atau Krishna atau seorang Buddha 
akan datang kedunia untuk memperbaiki harmoni kebenaran. Dalam manusia 
yang telah memutuskan kekuasaan indria, membuka hati yang penuh kasih, 
dan memberikan kita inpirasi akan kasih, kebenaran dan keadilan, kita 
memiliki konsentrasi yang kuat mengenai Tuhan. Mereka mengungkapkan 
kepada kita jalan, kebenaran dan hidup. Mereka tentu saja melarang 
penyembahan buta terhadap diri mereka, karena ini akan menurunkan 
pengejawantahan dari Jiwa yang Agung. Rama mengungkapkan dirinya tidak 
lebih dari anak seorang manusia. Seorang Hindu yang mengetahui sesuatu 
mengenai keyakinannya siap untuk memberikan rasa hormat kepada setiap 
penolong kemanusiaan. Dia percaya bahwa Tuhan berinkarnasi dalam seorang
 manusia. Manifestasi suci bukanlah pelanggaran terhadap kepribadian 
manusia sebaliknya, ia merupakan drajat kemungkinan tertinggi dari 
pengejawantahan-diri manusia yang alamiah sebab hakikat sebenarnya dari 
manusia adalah suci. 
Tujuan dari 
hidup adalah pengungkapan secara perlahan dari yang abadi dalam diri 
kita, dari eksistensi kemanusiaan kita. Kemajuan umum diatur oleh karma 
atau hukum sebab akibat moral. Agama Hindu tidak percaya akan satu Tuhan
 yang dari kursi-pengadilannya menimbang tiap kasus secara terpisah dan 
menetapkan balasannya. Dia tidak melalukan keadilan dari luar, menambah 
atau mengurangi hukuman berdasarkan kehendakNya sediri. Tuhan ada 
"dalam" manusia, dan demikian juga karma hukum adalah merupakan bagian 
organik dari kakekat manusia. Setiap saat ada pada pengadilannya 
sendiri, dalam setiap usaha yang jujur akan memberikan dia kebaikan 
dalam upaya internalnya. Karakter yang kita bangun akan berlanjut ke 
masa depan sampai kita menyadari kesatuan kita dengan Tuhan. Anak-anak 
Tuhan, yang dalam pandangannya satu tahun adalah seperti satu hari, 
tidaklah merasa perlu kecil hati bila tujuan kesempurnaan itu tidak 
tercapai dalam suatu kehidupan. Kelahiran kembali diterima oleh semua 
penganut Hindu. Dunia ini dipelihara oleh kesalahan-kesalahan kita. 
Kekuatan-kekuatan yang menyatukan ciptaan adalah hidup kita yang 
terpatah-patah yang perlu diperbaharui. Alam semesta telah muncul dan 
lenyap berulang-kali tak terhitung di masa lampau yang panjang, dan akan
 terus berlanjut dilebur dan dibentuk kembali melalui keadilan yang tak 
dapat dibayangkan di masa yang akan datang. 
saduran dari : Sarvepalli Radhakrishnan INTI SARI BHAGAWAD GITA
 Bhagawad Gita artinya 'nyanyian Tuhan'. Amanat luhur ini merupakan inti spiritualitas India. Kitab yang suci ini mengajar manusia agar mengatasi naluri rendahnya dan mewujudkan potensi sepenuhnya sebagai manusia, yaitu untuk mengetahui dirinya sebagai atma
 yang kekal, satu dengan Tuhan. Lima ribu tahun yang lalu Bhagawan Sri 
Krishna mengajarkan pengetahuan ini kepada Arjuna dalam medan 
pertempuran tepat sebelum peperangan yang dahsyat dimulai
 yaitu pertarungan antara kemampuan baik melawan kemampuan jahat. 
Peperangan itu melambangkan pertempuran yang berlangsung dengan tiada 
putusnya dalam hati manusia untuk melakukan yang benar dan memberantas 
yang salah, suatu perjuangan batin yang berlangsung hingga hari ini. 
Gita berbicara pada
 manusia yang berjuang, amanatnya abadi dan universal ditujukan kepada 
orang dari berbagai macam latar belakang dan zaman, dari Arjuna hingga 
manusia modern. Pembaca yang belum mengenal Bhagawad Gita, di sini kami sertakan kutipan yang berisi ringkasan cerita dan ajarannya.
Pada bulan Agustus dan September tahun 1984, Bhagawan Sri Sathya Sai Baba memberikan 34 kotbah mengenai Bhagawad Gita
 dalam Bahasa Telugu kepada para pelajar dan mahasiswa di Ashram Beliau,
 Prasanthi Nilayam, di India Selatan. Pembicaraan yang Beliau berikan 
itu dipusatkan pada dua bab dari Gita yaitu bab-12 yang menekankan jalan
 pengabdian dan bab-2 yang menekankan jalan kebijaksanaan serta kegiatan. Setiap percakapan ini saling berkesinambungan, meskipun demikian masing-masing merupakan suatu dharma wacana
 yang lengkap. Pembaca dapat mulai dengan percakapan yang mana saja dan 
dengan menempuh hidupnya sesuai dengan amanat ini ia dapat menikmati 
keindahan peningkatan kesadaran spiritual yang memenuhi hidupnya.
Sumber : http://sathyadharma.tripod.com
MAKNA PELINGGIH TAKSU DI MERAJAN
Indriyani parany ahur
indriyebhyah param manah.
manasas tu para budhir
yo buddheh pratas tusah.
(Bhagawad Gita Gita IV.42).
    
Maksudnya:
   
Sempurnakanlah indriamu, tetapi kesempurnaan indria berada di bawah kesempurnaan pikiran, kekuatan pikiran berada dalam pencerahan kesadaran budhi. Yang paling suci adalah Atman.
    
MEMELIHARA kesehatan indria agar dapat berfungsi secara sempurna merupakan upaya hidup sehari-hari yang wajib dilakukan. Indria tersebut adalah alat untuk dapat kita merasakan adanya suka dan duka dalam kehidupan ini. Cuma indria yang sehat sempurna itu harus digunakan di bawah kendali pikiran yang cerdas. Kecerdasan pikiran itu dilandasi oleh kesadaran budhi yang bijaksana. Struktur diri yang demikian itulah yang akan dapat mengimplementasikan kesucian Atman dalam wujud perilaku.
    
Indria, pikiran dan kesadaran budhi yang mampu menjadi media kesucian Atman itulah yang menyebabkan orang disebut mataksu dalam hidupnya. Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
    
Tempat pemujaan sebagai Ulun Karang atau hulunya rumah tempat tinggal bagi umat Hindu di Bali umumnya disebut Merajan atau Sanggah Merajan. Di tempat pemujaan yang disebut Merajan Kamulan itu ada salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Pelinggih Kamulan umumnya didirikan di leret timur dari areal Merajan hulu pekarangan. Pelinggih Kamulan itulah sebagai pelinggih utama. Sebutan lain dari Merajan tersebut adalah Kemulan Taksu atau juga disebut Pelinggih Batara Hyang Guru.
    
Menurut Lontar Purwa Bhumi Kamulan, Atman yang telah mencapai tingkat Dewa Pitara atau Sidha Dewata distanakan di Pelinggih Kamulan. Lontar Gayatri menyatakan orang yang meninggal rohnya disebut Preta. Setelah diupacarai ngaben rohnya disebut Pitara. Selanjutnya dengan upacara Atma Wedana barulah disebut Dewa Pitara.
    
Menurut Lontar Siwa Tattwa Purana ada lima jenis upacara Atma Wedana berdasarkan besar kecilnya upacara yaitu: Ngangsen, Nyekah, Mamukur, Maligia dan Ngeluwer. Setelah roh diyakini mencapai status Dewa Pitara inilah ada prosesi upacara yang disebut upacara Dewa Pitra Pratistha. Umat Hindu di Bali umumnya menyebutnya upacara Nuntun Dewa Hyang atau juga disebut Ngalinggihan Dewa Hyang di Pelinggih Kamulan. Karena itulah berbagai lontar menyatakan bahwa Pelinggih Kamulan sebagai stana Sang Hyang Atma.
    
Di leret utara dari areal tempat pemujaan Merajan salah satu pelinggihnya ada yang disebut Pelinggih Taksu. Karena itu tempat pemujaan Ulun Karang itu juga disebut Pelinggih Kamulan Taksu. Dalam Lontar Angastya Prana ada diceritakan bahwa saat jabang bayi ada dalam kandungan berada dalam pengawasan Dewa Siwa. Setelah ada sembilan bulan lebih jabang bayi tersebut ada dalam kandungan maka Dewa Siwa minta agar jabang bayi itu lahir ke dunia.
    
Diceritakan jabang bayi itu takut lahir ke dunia. Mengapa takut, karena hidup di dunia itu banyak penderitaan yang akan dialami. Ada angin ribut, ada gempa, ada gunung meletus, ada kelaparan, ada banjir, ada perang dan banyak lagi ada hal-hal yang membuat orang menderita. Atas jawaban jabang bayi itu Dewa Siwa menyatakan bahwa engkau tidak perlu takut hidup di dunia, nanti saudaramu yang empat itu akan membantu kamu mengatasi segala derita.
    
Untuk itu kamu harus minta bantuan kepada saudaramu yang empat itu yang disebut Catur Sanak. Catur Sanak itu adalah ari-ari atau plasenta, darah, lamas dan yeh nyom. Empat hal itulah yang melindungi dan memelihara secara langsung sang jabang bayi dalam kandungan ibunya. Kedokteran dapat menjelaskan secara ilmiah apa fungsi keempat unsur yang melindungi bayi dalam kandungan ibunya itu.
    
Diceritakan secara mitologi dalam Lontar Angastia Prana sang jabang bayi bersedia minta tolong pada Sang Catur Sanak. Permintaan jabang bayi itu disanggupi oleh Sang Catur Sanak dengan catatan agar setelah lahir ke dunia sang bayi tidak boleh lupa dengan dirinya. Dengan kesepakatan itu Sang Catur Sanak mendorong sang jabang bayi lahir ke dunia.
    
Setelah sang bayi dan Catur Canak sama-sama lahir ke dunia, keduanya mendapatkan perlakuan sekala dan niskala. Setiap bayi diupacarai secara keagamaan. Sang Catur Sanak pun ikut serta diupacarai. Nama Sang Catur Sanak berubah menjadi seratus delapan kali. Demikianlah sampai sang bayi meningkat dewasa, tua dan sampai meninggal.
    
Saat bayi baru lahir Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana nasi kepel empat kepel. Saat sudah meninggal roh atau Atman dipreteka dengan upacara ngaben, saat itu Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana beras catur warna. Sampai upacara Atma Wedana dan roh mencapai Dewa Pitara distanakan di Pelinggih Kamulan, maka Catur Sanak distanakan di Pelinggih Taksu. Karena itulah tempat pemujaan di Ulun Karang itu disebut Kamulan Taksu sebagai Batara Hyang Guru.
    
Dalam Vana Parwa 27.214 dinyatakan ada lima macam Guru. Atman adalah satu dari lima guru yang dinyatakan dalam Vana Parwa tersebut. Pendirian tempat pemujaan keluarga di Ulun Karang tempat tinggal adalah sebagai prosesi untuk menstanakan Atman sebagai Batara Hyang Guru dalam kehidupan keluarga inti bagi umat Hindu di Bali.
    
Dengan adanya Pelinggih Taksu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai spiritual yang patut dipetik sebagai penuntun hidup di bumi ini. Dengan adanya Pelinggih Kamulan Taksu ini dapat dikembangkan suatu pandangan bahwa bagaimana konsep taksu dari sudut pandang Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali. Dengan konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali ke depan untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang semakin dinamis.
indriyebhyah param manah.
manasas tu para budhir
yo buddheh pratas tusah.
(Bhagawad Gita Gita IV.42).
Maksudnya:
Sempurnakanlah indriamu, tetapi kesempurnaan indria berada di bawah kesempurnaan pikiran, kekuatan pikiran berada dalam pencerahan kesadaran budhi. Yang paling suci adalah Atman.
MEMELIHARA kesehatan indria agar dapat berfungsi secara sempurna merupakan upaya hidup sehari-hari yang wajib dilakukan. Indria tersebut adalah alat untuk dapat kita merasakan adanya suka dan duka dalam kehidupan ini. Cuma indria yang sehat sempurna itu harus digunakan di bawah kendali pikiran yang cerdas. Kecerdasan pikiran itu dilandasi oleh kesadaran budhi yang bijaksana. Struktur diri yang demikian itulah yang akan dapat mengimplementasikan kesucian Atman dalam wujud perilaku.
Indria, pikiran dan kesadaran budhi yang mampu menjadi media kesucian Atman itulah yang menyebabkan orang disebut mataksu dalam hidupnya. Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
Tempat pemujaan sebagai Ulun Karang atau hulunya rumah tempat tinggal bagi umat Hindu di Bali umumnya disebut Merajan atau Sanggah Merajan. Di tempat pemujaan yang disebut Merajan Kamulan itu ada salah satu pelinggihnya disebut Taksu. Pelinggih Kamulan umumnya didirikan di leret timur dari areal Merajan hulu pekarangan. Pelinggih Kamulan itulah sebagai pelinggih utama. Sebutan lain dari Merajan tersebut adalah Kemulan Taksu atau juga disebut Pelinggih Batara Hyang Guru.
Menurut Lontar Purwa Bhumi Kamulan, Atman yang telah mencapai tingkat Dewa Pitara atau Sidha Dewata distanakan di Pelinggih Kamulan. Lontar Gayatri menyatakan orang yang meninggal rohnya disebut Preta. Setelah diupacarai ngaben rohnya disebut Pitara. Selanjutnya dengan upacara Atma Wedana barulah disebut Dewa Pitara.
Menurut Lontar Siwa Tattwa Purana ada lima jenis upacara Atma Wedana berdasarkan besar kecilnya upacara yaitu: Ngangsen, Nyekah, Mamukur, Maligia dan Ngeluwer. Setelah roh diyakini mencapai status Dewa Pitara inilah ada prosesi upacara yang disebut upacara Dewa Pitra Pratistha. Umat Hindu di Bali umumnya menyebutnya upacara Nuntun Dewa Hyang atau juga disebut Ngalinggihan Dewa Hyang di Pelinggih Kamulan. Karena itulah berbagai lontar menyatakan bahwa Pelinggih Kamulan sebagai stana Sang Hyang Atma.
Di leret utara dari areal tempat pemujaan Merajan salah satu pelinggihnya ada yang disebut Pelinggih Taksu. Karena itu tempat pemujaan Ulun Karang itu juga disebut Pelinggih Kamulan Taksu. Dalam Lontar Angastya Prana ada diceritakan bahwa saat jabang bayi ada dalam kandungan berada dalam pengawasan Dewa Siwa. Setelah ada sembilan bulan lebih jabang bayi tersebut ada dalam kandungan maka Dewa Siwa minta agar jabang bayi itu lahir ke dunia.
Diceritakan jabang bayi itu takut lahir ke dunia. Mengapa takut, karena hidup di dunia itu banyak penderitaan yang akan dialami. Ada angin ribut, ada gempa, ada gunung meletus, ada kelaparan, ada banjir, ada perang dan banyak lagi ada hal-hal yang membuat orang menderita. Atas jawaban jabang bayi itu Dewa Siwa menyatakan bahwa engkau tidak perlu takut hidup di dunia, nanti saudaramu yang empat itu akan membantu kamu mengatasi segala derita.
Untuk itu kamu harus minta bantuan kepada saudaramu yang empat itu yang disebut Catur Sanak. Catur Sanak itu adalah ari-ari atau plasenta, darah, lamas dan yeh nyom. Empat hal itulah yang melindungi dan memelihara secara langsung sang jabang bayi dalam kandungan ibunya. Kedokteran dapat menjelaskan secara ilmiah apa fungsi keempat unsur yang melindungi bayi dalam kandungan ibunya itu.
Diceritakan secara mitologi dalam Lontar Angastia Prana sang jabang bayi bersedia minta tolong pada Sang Catur Sanak. Permintaan jabang bayi itu disanggupi oleh Sang Catur Sanak dengan catatan agar setelah lahir ke dunia sang bayi tidak boleh lupa dengan dirinya. Dengan kesepakatan itu Sang Catur Sanak mendorong sang jabang bayi lahir ke dunia.
Setelah sang bayi dan Catur Canak sama-sama lahir ke dunia, keduanya mendapatkan perlakuan sekala dan niskala. Setiap bayi diupacarai secara keagamaan. Sang Catur Sanak pun ikut serta diupacarai. Nama Sang Catur Sanak berubah menjadi seratus delapan kali. Demikianlah sampai sang bayi meningkat dewasa, tua dan sampai meninggal.
Saat bayi baru lahir Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana nasi kepel empat kepel. Saat sudah meninggal roh atau Atman dipreteka dengan upacara ngaben, saat itu Catur Sanak mendapatkan upacara dengan sarana beras catur warna. Sampai upacara Atma Wedana dan roh mencapai Dewa Pitara distanakan di Pelinggih Kamulan, maka Catur Sanak distanakan di Pelinggih Taksu. Karena itulah tempat pemujaan di Ulun Karang itu disebut Kamulan Taksu sebagai Batara Hyang Guru.
Dalam Vana Parwa 27.214 dinyatakan ada lima macam Guru. Atman adalah satu dari lima guru yang dinyatakan dalam Vana Parwa tersebut. Pendirian tempat pemujaan keluarga di Ulun Karang tempat tinggal adalah sebagai prosesi untuk menstanakan Atman sebagai Batara Hyang Guru dalam kehidupan keluarga inti bagi umat Hindu di Bali.
Dengan adanya Pelinggih Taksu sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam Merajan Kamulan inilah ada suatu nilai spiritual yang patut dipetik sebagai penuntun hidup di bumi ini. Dengan adanya Pelinggih Kamulan Taksu ini dapat dikembangkan suatu pandangan bahwa bagaimana konsep taksu dari sudut pandang Hindu dalam sistem budaya spiritual di Bali. Dengan konsep yang benar itulah kita jaga taksu Bali ke depan untuk menghadapi pergolakan kehidupan global yang semakin dinamis.
Pura di Bali
 Berbeda
 dengan candi-candi di Jawa, candi, atau yang di                    Bali
 disebut pura, merupakan bagian dari kehidupan masyarakat               
     Bali yang mayoritas beragama Hindu. Pura di Bali merupakan         
           tempat pemujaan umat Hindu.  Setiap keluarga Hindu memiliki  
                  pura keluarga untuk memuja Hyang Widhi dan leluhur 
keluarga,                    sehingga pura di Pulau Bali jumlahnya 
mencapai ribuan.
Pura Kahyangan Desa. Setiap desa umumnya 
memiliki tiga pura                    utama yang disebut Pura Tiga 
Kahyangan atau Pura Tri Kahyangan                    (tri = tiga), yaitu
 pura-pura tempat pemujaan Sang Hyang Widi                    Wasa dalam
 tiga perwujudan kekuasaan-Nya: Pura Desa untuk                    
memuja Dewa Brahma (Sang Pencipta), Pura Puseh untuk memuja             
       Dewa Wisnu (Sang Pemelihara), dan Pura Dalem untuk memuja Dewa   
                 Syiwa (Sang Pemusnah). Pura Desa disebut juga Bale 
Agung,                    karena pura yang umumnya terletak di pusat 
desa ini juga                    digunakan sebagai tempat melaksanakan 
musyawarah desa.
Pura Kahyangan Jagat. Pura Kahyangan 
merupakan tempat                    masyarakat umum memuja  Ida Sang 
Hyang Widi Wasa dalam                    berbagai perwujudan-Nya dan 
juga tempat memuja  roh para                    leluhur. Yang termasuk 
dalam kaetgori Pura Kahyangan Jagat, di                    antaranya, 
ialah Pura Sad Kahyangan (sad = enam), yaitu pura                    
yang berada di enam lokasi Kahyangan besar di P. Bali.  Pura            
        Sad Khayangan terdiri atas: Pura Luhur Uluwatu, Pura            
        Lempuyang, Pura Goa Lawah, Pura Watukaru, Pura Bukit            
        Pengalengan dan Pura Besakih. Pura Sad Kahyangan diyakini       
             sebagai sendi spiritual Pulau Bali dan merupakan pusat     
               kegiatan keagamaan.
Selain Pura Sad Kahyangan, yang termasuk 
dalam kategori                     Pura Kahyangan Jagat adalah  Pura 
Dhang Kahyangan, yaitu pura                    yang dibangun oleh 
pemimpin spiritual pada masa lalu. Sebagian                    besar 
Pura Dhang Kahyangan mempunyai kaitan erat dengan Dhang                 
   Hyang Nirartha, seorang pedanda (pendeta Hindu) dari Kerajaan        
            Majapahit. Pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong, 
sekitar                    tahun 1411 Saka (1489 M), Dhang Hyang 
Nirartha yang juga                    dikenal dengan sebutan Dhang Hyang
 Dwijendra, mengadakan yatra                    (perjalanan spiritual) 
keliling Bali, Nusa Penida dan Lombok.                    Di beberapa 
tempat yang disinggahi Dhang Hyang Nirartha                    
dibangunlah beberapa pura, seperti Pura Uluwatu, Pura Rambut            
        Siwi, dsb.
Pura Luhur. Hampir setiap kabupaten di 
Bali memiliki Pura                    Luhur (luhur = tinggi), yaitu pura
 yang hari ulang tahunnya                    diperingati oleh umat 
dengan cara menyelenggarakan piodalan                    yang melibatkan
 ribuan orang. Pura Tanah Lot, Goa Lawah, dan                    Pura 
Uluwatu juga termasuk dalam kategori pura luhur.
Pura Kawitan. Pura ini merupakan tempat pemujaan bagi kelompok keluarga atau keturunan tokoh tertentu. Termasuk ke dalam kategori ini adalah: Sanggah-Pemerajan, Pratiwi, Paibon, Panti, Dadia atau Dalem Dadia, Penataran Dadia, dan Pedharman. Sejarah pura kawitan Tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarah kerajaan-kerajaan di Bali.
Pura Kawitan. Pura ini merupakan tempat pemujaan bagi kelompok keluarga atau keturunan tokoh tertentu. Termasuk ke dalam kategori ini adalah: Sanggah-Pemerajan, Pratiwi, Paibon, Panti, Dadia atau Dalem Dadia, Penataran Dadia, dan Pedharman. Sejarah pura kawitan Tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarah kerajaan-kerajaan di Bali.
Berdasarkan prasasti-prasasti yang telah 
ditemukan, dapat                    dikatakan bahwa sejarah Bali yang 
tercatat diawali pada abad                    ke-8 Masehi. Di antara 
raja-raja Bali, yang banyak                    meninggalkan keterangan 
tertulis yang juga menyinggung                    gambaran tentang 
susunan pemerintahan pada masa itu adalah                    Udayana, 
Jayapangus , Jayasakti, dan Anak Wungsu. Dalam                    
Prasasti Blanjong ( 913 M) yang dibuat pada masa pemerintahan           
         Sri Kesari Warmadewa digunakan kata ‘Walidwipa’ yang mengacu   
                 pada suatu wilayah pemerintahan di Bali.
Pada tahun 1343, Kerajaan Majapahit 
mengadakan ekspedisi ke                    Bali, dipimpin oleh Mahapatih
 Gajah Mada dan Panglima Arya                    Damar. Pada masa itu 
Bali dikuasai oleh Kerajaan Bedahulu                    dengan rajanya 
Astasura Ratna Bumi Banten dan patihnya Kebo                    Iwa. 
Bali berhasil ditaklukkan oleh Majapahit dan sejak itu                  
  Bali merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Sebagai kepala         
           pemerintahan di P. Bali, Majapahit mengangkat Raja Sri Kresna
                    Kepakisan (1350-1380 M) yang berkedudukan di Desa 
Samprangan                    dekat kota Gianyar. Pusat pemerintahan 
kemudian dipindahkan ke                    istana Suwecapura di Gelgel, 
Klungkung.
Selama masa kejayaan Majapahit, Kerajaan 
Gelgel diperintah                    oleh raja-raja keturunan Sri Kresna
 Kepakisan. Ketika                    Majapahit mengalami keruntuhan, 
Kerajaan Gelgel yang tidak                    lagi menjadi negara 
jajahan tetap diperintah oleh keturunan                    Sri Kresna 
Kepakisan. Salah satu Raja Gelgel, Dalem                    Waturenggong
 (1460-1550 M), sangat termasyhur karena pada masa                    
pemerintahannya P. Bali mengalami masa keemasan. Dalem                  
  Waturenggong memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Gelgel             
       sampai ke sebagian wilayah Jawa Timur, Lombok dan Sumbawa.
Masa keemasan Gelgel mulai memudar pada 
masa pemerintahan                    Dalem Bekung (1550–1580 M), putra 
sulung Dalem Waturenggong.                    Pada masa pemerintahan 
Dalem Di Made (1605-1651 M), Gelgel                    bahkan kehilangan
 wilayah Blambangan dan Bima (tahun 1633 M)                    dan 
Lombok ( tahun 1640 M). Pada tahun 1651, terjadi                    
pemberontakan yang dipimpin oleh Gusti Agung Maruti. Selama             
       pemerintahan dipegang oleh Gusti Agung Maruti, wilayah bawahan   
                 Gelgel, seperti Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, 
Jembrana,                    Karangsem, Mengwi dan Tabanan melepaskan 
diri dari kekuasaan                    Gelgel dan membentuk pemerintahan
 sendiri.
Pada tahun 1686 putra Dalem Di Made yang 
bernama Dewa Agung                    Jambe merebut kembali kekuasaan 
dari tangan pemberontak dan                    memindahkan pusat 
pemerintahan ke istana Samarapura di                    Klungkung, namun
 kerajaan-kerajaan bekas bawahan Gelgel tetap                    
mempertahankan kemerdekaannya. Raja Klungkung, Dewa Agung,              
      diposisikan sebagai pimpinan spiritual dengan gelar Susuhunan     
               Bali dan Lombok.
Pada tahun 1808 Jembrana ditaklukkan oleh
 Raja Buleleng.                    Pada tahun 1818, Jembrana berhasil 
direbut kembali oleh mantan                    Raja Jembrana, namun pada
 tahun 1821 kerajaan tersebut kembali                    ditaklukkan 
oleh Raja Buleleng. Sampai akhir abad ke-18, Bali                    
terpecah menjadi 8 kerajaan, yaitu : Badung, Bangli, Buleleng,          
          Gianyar, Karangsem, Klungkung, Mengwi dan Tabanan.            
        Kerajaan-kerajaan kecil ini yang mendasari pembagian wilayah    
                pemerintahan sebagai kabupaten-kabupaten di Bali 
sekarang.
Pura Swagina. Pura ini merupakan tempat 
pemujaan bagi                    kelompok masyarakat dengan profesi atau
 mata pencarian                    tertentu. Sebagai contoh, Pura 
Melanting adalah pura untuk                    para pedagang, Pura Subak
 untuk kelompok petani, dsb.
Berikut Pura-pura di Bali
Pura Taman Ayun
|  | 
Pura Taman Ayun yang terletak di Desa 
Mengwi, Kabupaten Badung, sekitar 18 km ke arah barat dari Denpasar. 
Pura ini sangat indah, sesuai dengan namanya yang berarti pura di taman 
yang indah. Selain indah, Pura Taman Ayun juga dinilai memiliki nilai 
sejarah, sehingga pada tahun 2002 Pemda Bali mengusulkan kepada UNESCO 
agar pura ini dimasukkan dalam  World Heritage List.
|  | 
Pura Taman Ayun merupakan Pura lbu (Paibon)
 bagi kerajaan Mengwi. Pura ini dibangun oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung
 Putu, pada tahun 1556 Saka (1634 M). Pada mulanya, I Gusti Agung Putu 
membangun sebuah pura di utara Desa Mengwi untuk tempat pemujaan 
leluhurnya. Pura tersebut dinamakan Taman Genter. Ketika Mengwi telah 
berkembang menjadi sebuah kerajaan besar, I Gusti Agung Putu memindahkan
 Taman Genter ke arah timur dan memperluas bangunan tersebut. Pura yang 
telah diperluas tersebut diresmikan sebagai Pura Taman Ayun pada hari 
Selasa Kliwon-Medangsia bulan keempat tahun 1556 Saka. Sampai sekarang, 
setiap hari Selasa Kliwon wuku Medangsia menurut pananggalan Saka, di 
pura ini diselenggarakan piodalan (upacara) untuk merayakan ulang tahun 
berdirinya pura.
Pura Taman Ayun telah mengalami beberapa 
kali perbaikan. Perbaikan secara besar-besaran dilaksanakan tahun 1937. 
Pada tahun 1949 dilaksanakan perbaikan terhadap kori agung, gapura 
bentar, dan pembuatan wantilan yang besar. Perbaikan ketiga tahun 1972 
dan yang terakhir tahun 1976.
Kompleks Pura Taman Ayun menempati lahan 
seluas 100 x 250 m2, tersusun atas pelataran luar dan tiga pelataran 
dalam, yang makin ke dalam makin tinggi letaknya. Pelataran luar yang 
disebut Jaba, terletak di sisi luar kolam. Dari 
pelataran luar terdapat sebuah jembatan melintasi kolam, menuju ke 
sebuah pintu gerbang berupa gapura bentar.
|  | 
Gapura tersebut merupakan jalan masuk ke 
pelataran dalam yang                    dikelilingi oleh pagar batu. Di 
jalan masuk menuju jembatan                    dan di depan gapura 
terdapat sepasang arca raksasa. Di sebelah                    kiri jalan
 masuk, tidak jauh dari gerbang, terdapat bangunan                    
semacam gardu kecil untuk penjaga. Di halaman pertama ini               
     tersebut terdapat sebuah wantilan (semacam pendapa) yang           
         digunakan untuk pelaksanaan upacara dan juga sebagai tempat    
                penyabungan ayam yang dilaksanakan dalam kaitan dengan  
                  penyelenggaraan upacara di pura.
Pelataran dalam pertama seolah dibelah 
oleh jalan menuju gapura yang merupakan pintu masuk ke pelataran dalam 
kedua. Di sisi barat daya terdapat bale bundar, yang merupakan tempat 
beristrirahat sambil menikmati keindahan pura. Di sebelah bale bundar 
terdapat sebuah kolam yang dipenuhi dengan teratai dan di tengahnya 
berdiri sebuah tugu yang memancarkan air ke sembilan arah mata angin. Di
 timur terdapat sekumpulan pura kecil yang disebut Pura Luhuring 
Purnama.
Di ujung jalan yang membelah pelataran 
pertama terdapat                    gerbang ke pelataran kedua. 
Pelataran ini posisinya lebih                    tinggi dari pelataran 
pertama. Tepat berseberangan dengan                    gerbang terdapat 
sebuah bangunan pembatas, yang dihiasi dengan                    relief 
menggambarkan 9 dewa penjaga arah mata angin. Di                    
sebelah timur terdapat sebuah pura kecil yang disebut Pura              
      Dalem Bekak. Di sudut barat terdapat balai Kulkul yang atapnya    
                menjulang tinggi.
Pelataran dalam ketiga atau yang terdalam
 merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan dianggap paling 
suci. Pintu utama yang disebut pintu gelung terletak di tengah dan hanya
 dibuka pada saat diselenggarakannya upacara. i kiri dan kanan pintu 
utama terdapat gerbang yang digunakan untuk keluar masuk dalam 
melaksanakan kegiatan sehari-hari di pura tersebut. Di pelataran ini 
terdapat  sejumlah Meru, Candi, Gedong, Padmasana, Padma Rong Telu, dan 
bangunan-bangunan keagamaan lainnya.
Pura  Uluwatu|  | 
Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu, 
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, sekitar 30 km ke arah selatan 
dari kota Denpasar. Pura Uluwatu yang juga disebut Pura Luwur ini 
merupakan salah satu dari Pura Sad Kahyangan, yaitu enam Pura Kahyangan 
yang dianggap sebagai pilar spiritual P. Bali.
|  |  | 
Ada dua pendapat tentang sejarah 
berdirinya pendirian Pura Uluwatu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa 
pura ini didirikan oleh Empu Kuturan pada abad ke-9, yaitu pada masa 
pemerintahan Marakata. Pendapat lain mengaitkan pembangunan Pura Uluwatu
 dengan Dang Hyang Nirartha, seorang pedanda (pendeta) yang berasal dari
 Kerajaan Daha (Kediri) di Jawa Timur. Dang Hyang Nirartha datang ke 
Bali pada tahun 1546 M, yaitu pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong.
 Sang Pedanda kemudian mendirikan Pura Uluwatu di Bukit Pecatu. Setelah 
melakukan perjalanan spiritual berkeliling P. Bali, Dang Hyang Nirartha 
kembali ke Pura Uluwatu. Di pura inilah Sang Pedanda ‘moksa’, 
meninggalkan ‘marcapada’ (dunia) menuju ‘swargaloka’ (surga). Upacara 
atau ‘piodalan’ peringatan hari jadi pura jatuh pada hari Anggara Kasih,
 wuku Medangsia dalam penanggalan Saka. Biasanya upacara tersebut 
berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan diikuti oleh ribuan umat 
Hindu.
|  | 
Pura Uluwatu menempati lahan di sebuah 
tebing yang tinggi                    yang menjorok ke Samudera 
Indonesia dengan ketinggian sekitar                    70 m di atas 
permukaan laut. Karena letaknya di atas tebing,                    untuk
 sampai ke lokasi pura orang harus berjalan mendaki                    
tangga batu yang cukup tinggi. Bangunan pura ini menghadap ke           
         arah timur, berbeda dengan pura lain di Bali yang umumnya      
              menghadap ke arah barat atau ke selatan. Di sepanjang 
jalan di                    tepi luar pura terdapat ratusan kera yang 
berkeliaran.                    Walaupun tampak jinak, kera-kera 
tersebut seringkali                    mengganggu pengunjung dengan 
menyerobot makanan atau                    barang-barang yang dikenakan.
Di ujung jalan yang mendaki terdapat dua 
pintu masuk ke komplek pura, satu terletak di sebelah utara dan satu 
lagi di sebelah selatan. Pintu masuk tersebut berbentuk gapura bentar 
dan terbuat dari batu. Di depan gapura terdapat sepasang arca berbentuk 
manusia berkepala gajah dalam posisi berdiri. Dinding depan gapura 
dihiasi pahatan yang sangat halus bermotif daun dan bunga.
Di sebelah dalam, di balik gapura, 
terdapat sebuah lorong                    berlantai batu berundak, 
menuju ke pelataran dalam. Lorong                    terbuka ini 
diteduhi oleh pohon yang ditanam di sepanjang kiri                    
dan kanan lorong.
Pelataran dalam merupakan pelataran 
terbuka. Lantai pelataran tertutup oleh lantai batu yang tertata rapi. 
Di dekat gapura, di sisi utara, terdapat bangunan kayu. Di sebelah 
barat, berseberangan dengan jalan masuk, terdapat sebuah gapura 
paduraksa yang merupakan jalan masuk ke pelataran yang lebih dalam lagi.
Berbeda dengan gapura luar, gapura ini 
merupakan gapura beratap yang terbuat dari batu. Ambang pintu berbentuk 
lengkungan dan dibingkai oleh susunan batu. Di atas ambang terdapat 
pahatan kepala raksasa. Puncak gapura di berbentuk seperti mahkota dan 
dihiasi dengan berbagai motif pahatan. Celah di antara gapura dengan 
dinding di kiri dan kanan pelataran tertutup oleh dinding yang juga 
dihiasi dengan pahatan.
Di sebelah selatan terdapat pelataran 
kecil berbentuk memanjang dan menjorok ke arah laut. Di ujung pelataran 
terdapat sebuah bangunan kayu yang tampak seperti tempat orang 
duduk-duduk sambil memandang lautan. Sejak dibanunannya, Pura Uluwatu 
telah banyak kali menjalani pemugaran. Bahkan sekitar tahun 1999, 
bangunan pura ini sempat terbakar akibat sambaran petir.
Langganan:
Komentar (Atom)
 
 
